Posted by : Unknown Senin, 10 Desember 2012




Charles Darwin, ahli geologi Inggris pada abad ke-19, tampaknya tak dapat dipisahkan dengan teori evolusi. Ketika Paus Yohannes Paulus II, pimpinan tertinggi umat Katolik, berbicara tentang teori evolusi pada peringatan ke-60 berdirinya Akademi Sains Pontifical, Roma, Rabu dua pekan lalu, langsung media massa di negeri itu mengaitkannya dengan teori evolusi Darwin. Harian Republica, misalnya, mengatakan bahwa Paus berdamai dengan teori Darwin. Bahkan harian Il Giornale lebih tegas menulis, "Paus mengatakan kita mungkin keturunan kera."

Lalu, pidato Paus itu diangkat harian Kompas, Jumat dua pekan lalu, dengan judul: "Teori Darwin Sesuai Iman Kristen". Berita ini tentu menimbulkan tanda tanya pada umat Katolik khususnya dan umat beragama umumnya. Tak heran bila tujuh pucuk surat melayang kepada Monsigneur Pietro Sambi, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, dua pekan lalu. Isinya, kurang lebih, menanyakan bagaimana duduk perkaranya.

Ini bisa dimaklumi. Selama ini, teori evolusi Darwin, seperti tertuang di bukunya The Origin of Species, yang isinya menyimpulkan bahwa nenek moyang manusia adalah kera, dianggap bertentangan dengan doktrin penciptaan manusia dalam Kitab Kejadian. Gereja tentu saja tidak bisa menerima hal ini. Apalagi, teori itu sejak munculnya, 1859, digunakan oleh para ilmuwan antiagama untuk menyerang doktrin penciptaan menurut Kitab Perjanjian Lama itu. Karl Marx, "nabinya" kaum komunis yang hidup semasa dengan Darwin, misalnya, sangat memanfaatkan hipotesis Darwin itu. "Evolusi menjelaskan terjadinya bumi sebagai suatu proses, suatu pertumbuhan kehidupan sendiri. Pertumbuhan spontan adalah sanggahan praktis satu-satunya terhadap teori penciptaan," kata Marx, seperti dituturkan Dr. Louis Leahy, Guru Besar Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.

Hal ini jelas membangkitkan "kemarahan" umat beragama terhadap teori evolusi Darwin, yang sampai kini belum reda. Di Inggris, misalnya, British Mail untuk memperingati seabad kematian Darwin pada 1982 mengeluarkan perangko bergambar Darwin dengan dua ekor biawak. Kedua hewan itu dilukiskan meledek Darwin, "Dengarlah kami! Bertentangan dengan teori Anda, kami berdua berasal dari spesies yang sama selama berjuta-juta tahun." Ilustrasi itu, secara tersirat, membantah kebenaran teori Darwin.


Pada 1980, Jimmy Carter (Demokrat) dan Ronald Reagan (Republik), dua calon terkuat presiden Amerika Serikat ketika itu, berlomba-lomba menyatakan di depan publik, mereka yakin akan kebenaran harfiah kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian. Hal ini, menurut Jonathan Howard, penulis buku Darwin, merupakan pertanda bahwa teori Darwin belum diterima secara baik oleh khalayak ramai.

Dengan demikian adalah wajar bila ada umat Katolik bertanya tentang pidato Sri Paus tersebut. Tampaknya di sini ada kesalahpahaman. Sri Paus tak berbicara tentang teori Darwin yang kontroversial itu. Apa yang dikatakan Paus di pertemuan itu, menurut Pietro Sambi, adalah bila ilmu pengetahuan dapat membuktikan bahwa tubuh manusia tercipta dari benda hidup yang telah ada sebelumnya, dan itu tak bertentangan dengan doktrin penciptaan. Tapi penciptaan jiwa dilakukan oleh Allah. Manusia itu baru menjadi manusia pada saat tubuhnya bersatu dengan jiwa yang diciptakan Allah. Jadi, kata Paus, doktrin penciptaan manusia oleh Allah tetap dapat bertahan, walaupun teori evolusi, misalnya, terbukti benar. "Pernyataan Paus itu tidak membantah doktrin penciptaan. Justru menguatkannya," kata Sambi.

Sampai di sini tampaknya sudah jelas duduk persoalannya. Paus cuma berbicara tentang teori evolusi, bukan teori Darwin. Memang selama ini di kalangan masyarakat terdapat kerancuan antara teori evolusi dan teori Darwin. Padahal, sekitar 60 tahun sebelum Darwin mencetuskan teorinya, Lamarck, ahli biologi Prancis, telah melakukan berbagai penelitian yang hasilnya menjadi cikal bakal teori evolusi. Bahwa kemudian evolusi selalu dikaitkan dengan Darwin, kata Dr. Leahy, itu karena pemikirannya yang kontroversial.

Menurut Leahy, masalah evolusi tak bisa dipersempit menjadi sekadar teori Darwin. Kesalahan terjadi karena orang memandang evolusi melalui kacamata ilmu pengetahuan, yang menempatkan nalar manusia di atas segala-galanya. Cara pandang yang bersifat materialisme itu, kata Leahy, yang membuat umat Kristen menolak konsep evolusi. Sebab, menerima konsep itu dianggap mengingkari isi Kitab Kejadian. Padahal tidak begitu. Evolusi, kata Leahy, adalah suatu gagasan ilmiah, sedangkan penciptaan termasuk bidang filosofis dan teologis. Orang yang percaya kepada Allah, kata Leahy, justru akan memandang teori evolusi sebagai penjabaran ilmiah dari yang dipaparkan secara mitologis dan filosofis dalam Kitab Kejadian.

Sikap ini sudah lama berkembang di kalangan gereja Katolik. A.D. Sertillanges, seorang imam dari Ordo Dominikan, misalnya, pada 1930 menyatakan dalam bukunya, Catechisme des Incroyants, "Jika hipotesis evolusi memang benar, maka Tuhan dibuktikan dua kali. Sekali lewat dunia (ciptaan-Nya) dan kedua kali melalui evolusi."

Dua puluh tahun kemudian, 1950, Paus Pius XII mengeluarkan ensiklik Humani Generis. Intinya berisi: diskusi tentang teori evolusi harus dilakukan hati-hati, agar tidak berbalik menyerang agama. Dalam hal ini, Gereja Katolik memang serius. Buktinya, salah satu bagian dari Akademi Sains Pontificial sengaja secara khusus mempelajari teori evolusi Darwin untuk membuktikan bahwa teori itu tak membantah doktrin penciptaan dalam Kitab Kejadian.

sumber : Lestari.info


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Affrian Blog - Shiroi - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -